SLIDER

Solo Journey? Why Not?

Tuesday, December 13, 2016



Melakukan perjalanan #solojourney bagi saya seperti menjalankan hobi. Pengalaman berjalan sendiri ke tempat destinasi yang belum pernah di exlplore sendiri membawa hal yang tidak bisa di dapatkan apabila dilakukan secara grup. Meskipun terkadang repot, namun hal itu bagi saya seperti sedang melakukan #self-challenge untuk dapat mengakselarasi diri dengan pengalaman yang terkadang tidak selalu enak namun seru.

Solo journey kali ini bukanlah hal pertama saya lakukan. Dari 2013 hingga saat ini masih terus saya lakukan. Banyak orang yang takut atau tidak ingin melakukan Solo journey karena tidak ingin repot saat minta foto, tidak ada teman ngobrol, tidak ada teman bertukar pikiran, tidak ada teman saat makan malam bersama, atau hanya biar bisa dianggap “biar tidak aneh” saat ingin on the show di social media. Padahal di kalangan traveller dunia saja, banyak diantara traveller negara-negara lain seringkali  melakukan perjalanan sendiri tanpa teman, yang kemudian saat di perajalanan bertemu dengan traveller lain yang sehobi atau seperjalanan, asiknya diantara itu semua banyak membawa keuntungan dan kenikmatan sendiri. Namun karena Solo journey masih dianggap dan dirasa aneh untuk sebagian orang Indonesia, maka hal tersebut lebih sering hanya tinggal niat saja. 

 

Ada perasaan menyesal saat ketika saya  tidak banyak melakukan record dengan tulisan di setiap solo journey dan backpacker yang saya lakukan. Kebanyakan saya terlalu menikmatinya, sehingga saya tidak terlalu memikirkan harga. Alasan sebenarnya dulu saya tidak tertarik ingin menulisya setiap perjalanan saya di blog, karena hal itu sudah menjamur dan bisa di cari dimana saja. Namun setelah tahun ini saya berpikir, kebanyakan dari tulisan mereka membantu perjalanan saya yang seringkali saya lakukan seorang diri. Blog yang mereka tulis sangat membantu untuk mencari informasi terkait tempat yang ingin saya kunjungi. Lalu jika ternyata itu bermanfaat untuk orang lain dengan melakukan hal kecil tersebut kenapa tidak saya lakukan saja? Toh di baca atau tidak oleh orang lain pun tak masalah buat saya, namun memori perjalanan yang terkadang tehapus dengan ingatan jangka pendek kita seringkali aus jika tidak di maintenance dengan merekam nya menjadi sebuah tulisan. Atas dasar itulah hal itu seringkali menggelitik naluri menulis saya yang sempat redup terang selama setahun ini.

Selama saya melakukan #Solojourney banyak hal menarik yang pada akhirmya menambah khasanah pengetahuan saya. Saya jadi lebih memahami mengenai perbedaan budaya lokal setempat, menambah teman, membuka perspektif baru, dan lebih open minded terhadap segala perubahan yang kadangkala terjadi secara mendadak dan tak sesuai rencana di awal. Pernah suatu kali di Singapore pada November 2015 lalu, ketika saya sedang melakukan perjalanan sendiri di sana, saya bertemu 2 orang nenek-nenek yang tinggal di Papua  berani untuk melakukan perjalanan sendiri mereka tanpa melalui  agent travel atau bersama keluarga mereka. Jika saya taksir usia mereka sekitar 60an, karena anak terkecilnya saja sudah berusia 34 tahun. Saya tidak abis pikir apa motivasi mereka, namun saya sangat mengagumi keberanian mereka berdua. Saya bertemu mereka di hostel yang sama. Ketika breakfast di lobby hostel, saya melihat mereka kebingungan membaca peta MRT disana. Mencoba membantu mereka, malah akhirnya kami melancong bersama.  

Mereka mengikuti itinerary yang saya buat, ketika saya bertanya apa yang mereka rencanakan, mereka hanya menjawab bahwa mereka hanya ingin saling menghabiskan waktu bersama. Ternyata saya tanya-tanya lebih dalam mereka adalah kakak-beradik. Hebatnya, anak-anak mereka percaya bahwa ibu mereka tidak akan nyasar. Mereka bilang, mereka belum pernah melakukan hal ini sekali dalam hidup mereka selain bersama keluarga masing-masing. Selama mereka masih hidup, paling tidak mereka ingin melakukan nya sekali. Singapore bukan hal baru bagi mereka berdua, namun pergi tanpa keluarga mereka atau di temani oleh keluarga adalah hal baru bagi mereka. Biasanya mereka hanya duduk manis dan anak-anak mereka yang mengurus semuanya. Namun berbeda kali in, saat itu mereka benar-benar mengaturnya perjalanan mereka sendiri. Menghapal jalan dan aktif membaca map MRT, dan berani bertanya meskipun English mereka pas-pas an. Mereka berkeyakinan bahwa pasti Tuhan akan menutunnya dengan orang baik, mereka percaya akan ketemu orang baik di Singapore yang akan membantu mereka. Walaupun mereka tidak tahu siapa itu. Dan ketika akhirnya bertemu dengan saya, mereka berkata doa mereka di kabulkan. 


Perjalanan kami saat di Singapore menuju  IKEA kemudian ke Marina Bay Sands dan Taman-taman sekitar Marina dan berakhir SG Botanical Garden. Aku harus mengikuti tempo jalan mereka yang lambat, karena kalau tidak mereka tertinggal di belakang. Salah satu diantara mereka bernama Oma Claire seringkali mengambil gambar d setiap apapun, adik dari Oma Thelma ini sangat senang sekali mengambil gambar apapun yang di laluinya. Oma Thelma sebagai kakak tertua lebih mandiri, namun sakit pinggangnya yang dideritanya apabila perjalanan jauh membuat kami harus berisitrahat setiap 2 jam sekali karena beliau sudah mengalami pengapuran. Berbeda dengan adiknya, Oma Claire walaupun mereka hanya terpaut 2 tahun, namun oma Claire lebih energik, yaah seperti nenek-nenek lincah.

Awalnya saya berfikir, mereka sedikit mengganggu perjalanan sendiri saya. Namun setelah saya mendalami, saya malah banyak belajar dari semangat mereka yang tak padam itu. Meskipun sudah berumur, keinginan mereka untuk berjelajah justru menjadi inspirasi saya hingga sekarang. Usia tidak pernah menghalangi seseorang untuk terus belajar, untuk terus bergerak maju, untuk terus menemukan sesuatu yang baru, meskipuan mereka memiliki ketebatasan secara fisik dan Bahasa. Kami banyak mengambil gambar. Namun sayangnya,bulan maret lalu saya kecopetan dan seluruh kenangan foto saya di memori HP pun ikutan hilang bersama mereka. Dan itu rasayaaaaaaa…….aaaarrrrggggh KZL!!😠😠😠

Begitulah, terkadang tidak harus sesuai jadwal. Dalam merencanakan itinerary membutuhkan sikap flexibelitas yang sangat dirpelukan. Lagi juga tidak semua rencana harus sesuai dengan kenyataan kan? Karena ada rencana-rencanaNya yang tak dapat dipungkiri sangat menentukan. Kalau perjalanan sesuai dengan yang ada di Itinerary kita, dimana letak seru nya? 


-deejourney-
                                                        Hanya foto ini yang tersisa di SG 😢


© deeJourney • Theme by Maira G.